Cari Blog Ini
Jumat, 27 Juni 2014
Lima Belas Poin dari Si Penulis
1. Siapa aku yang hanya bisa menulis hingga renta
2. Mengilhami tangan ini untuk melabuhkan sederet imajinasi
3. Bicara cinta, hidup, maupun yang empunya hidup
4. Siapa aku yang bukan aktivis akapela di kapel sang Maha puisi
5. Dari sini.
6. Kita dapat menafsirkan kata yang tak sempat tersentuh
7. Meluruskan kata yang khilaf
8. Menambah perbendaharaan kata untuk si ‘tukang perintah’
9. Yang mungkin terkadang sudah tak berjeroan lagi
10. Tapi diri ini menolak lupa
11. Kelompok sejenis kami ini banyak
12. Aku menyukai tata eksterior yang dapat mengoyak hati
13. Sering disalahkan karena kata yang kerap melebamkan mata
14. Mungkin terlalu cepat, tapi aku ingin berhenti saja di angka lima belas
15. Namun diri ini tak akan pernah berhenti untuk mendendangkan kata-kata
Kamis, 12 Juni 2014
Wajah Kehidupan
Pergi berjalan
melipir di sisi hidup ini, licin bagai permainan air di waterboom.
Kita adalah
orang yang sering tergelincir masuk dan mendapati ruang gelap yang buntu.
Di sana kita
bisa mencium wangi tata kota yang sumpek dengan segala benda estetis di atasnya.
Mereka lucu.
Tinggal
menyempil-nyempil di suatu bidang yang sudah jengah ditinggali.
Persegi. Kenapa
ku katakan begitu? Karena memang tiada atap penutup di atasnya.
Bukanlah benda
bervolume yang kau tahu selayaknya.
Kita bukan
bagian dari mereka. Tapi tidakkan rasa iba mencuat dari benakmu?
Pernahkah
pikiranmu menjamah kehidupan mereka?
Kita bisa saja
terjerembab masuk lebih dalam dan sulit kembali.
Hidup seperti roda.
Terus berputar.
Rabu, 04 Juni 2014
Wanita Setengah Baya Itu
Wanita setengah baya itu
Punya rambut enggan memutih
Beliau selalu mewanti-wanti
dengan nasihat yang hampir membludak di otakku
Tak ada kejengahan yang muncul ke permukaan
Kaki itu berdiri sendiri tanpa ada bayangan yang menyokong
Hanya ada sebongkah peluh perengus
dan ambisi yang dikejar semangat
Beliaulah tumpuan kami
Tempat dimana aku mengadu
Setiap perli biarlah terhapus sapuan angin, Nak
Beliau membelaku sampai titik darah penghabisan
Beliaulah tonggak penyangga
Karena tangan-tangannya akan menghempas bandit-bandit hingga binasa
Segenggam Tekad Memburu Ambisi
Saya ini marhaenis
Hati saya matematis
Seluruh saya tiada pamrih
Haluan saya tiada cikar
Janganlah ada sangsi terhadap sahaya
Yakinlah akan cinta yang mendarah daging ini
tak pernah susut lebih-lebih terurai
Saya bukan berdarah bali
Terus berjuang tanpa gentar
Sahayalah calon minantu idaman
Kendati sahaya tak punya uang segepok
Meski maskawin tiada bertafsir
Tapi cinta sahaya 'kan berkenan
Tak kan lapuk meski kalender berkali-kali berganti
Hati saya matematis
Seluruh saya tiada pamrih
Haluan saya tiada cikar
Janganlah ada sangsi terhadap sahaya
Yakinlah akan cinta yang mendarah daging ini
tak pernah susut lebih-lebih terurai
Saya bukan berdarah bali
Terus berjuang tanpa gentar
Sahayalah calon minantu idaman
Kendati sahaya tak punya uang segepok
Meski maskawin tiada bertafsir
Tapi cinta sahaya 'kan berkenan
Tak kan lapuk meski kalender berkali-kali berganti
Sabtu, 29 Maret 2014
Gila
Saya bisa saja jadi seniman
Saya menyeringai, orang heran
Saya manyun, orang kepingkel-pingkel
Punya topeng jago akting
Ya ampun, apa ya mereka heran dengan style saya?
Rambut gimbal menjuntai
Tapi saya bukan anak bajang
Bukan anak reggae
Bukan pula titipan Nyi Ratu atau titisan Mbah Kolodite
Rombeng-rombeng itu asyik kan?
Tuhan saja maha asyik
Saya ini citraan-Nya
Saya duduk di dipan
Memilin rambut sambil cari serangga penghisap darah
Weladalah
Saya malah diusir sama yang punya dipan
Saya itu hidup menggelandang
Anak emperan
Suka cengar-cengir santai
Bingung setengah buntu saudara. Beberapa orang meneriaki saya 'orang gila'
Saya menyeringai, orang heran
Saya manyun, orang kepingkel-pingkel
Punya topeng jago akting
Ya ampun, apa ya mereka heran dengan style saya?
Rambut gimbal menjuntai
Tapi saya bukan anak bajang
Bukan anak reggae
Bukan pula titipan Nyi Ratu atau titisan Mbah Kolodite
Rombeng-rombeng itu asyik kan?
Tuhan saja maha asyik
Saya ini citraan-Nya
Saya duduk di dipan
Memilin rambut sambil cari serangga penghisap darah
Weladalah
Saya malah diusir sama yang punya dipan
Saya itu hidup menggelandang
Anak emperan
Suka cengar-cengir santai
Bingung setengah buntu saudara. Beberapa orang meneriaki saya 'orang gila'
Rabu, 12 Februari 2014
Happiness Comes True!
*asap tebel* *keluar dari sela-sela asap*
Hi pals! Gue lagi seneng banget nih. Mulai darimana ya ceritanya *uhuk*. Mmm, jadi gini...
Pada tanggal 30 Agustus 2014 kemarin gue dapet sms dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang isinya ngasih tahu kalau gue keterima di sana dengan program studi Ilmu Komunikasi. Gak kebayang rasanya men! Kayak terbang bareng flappy bird, kejedug-jedug-pun kayak gak berasa *lebay*. Haha pokoknya gitu deh cuy. Seneng tingkat internasional bisa kali.
Intinya thanks banget buat SMK gue yang udah jadi batu loncatan buat gue untuk mewujudkan keinginan gue. Ternyata bener apa kata salah satu guru gue yang bilang "Belajar untuk mencintai apa yang tidak kita cintai". Gue mulai merasa kalau kata-kata itu bermanfaat dan nyata di dunia ini. Karena apa? Karena di dunia ini pasti ada yang namanya keinginan kita tertunda lah atau bahkan gak terkabul. Kalau kita selalu pengen keinginan kita dikabulkan oleh Tuhan, itu artinya kita egois. Kita gak mikir ke depannya bakal gimana. Gue yakin Tuhan itu lebih segala-galanya dari kita. Dia tahu mana yang baik dan enggak bagi umat-Nya. Dia tahu apa yang harus didahulukan. Tuhan itu ibaratnya kayak skala prioritas kita deh. Me-manage kelakuan dan hasrat kita.Ngapa gue jadi mendadak religius?
Pada akhirnya gue sadar bahwa gak setiap keinginan kita, orang tua bisa kabulkan. Misalnya lo pengen sekolah di SMA yang bonafit, canggih, dan segala macam fasilitasnya yang we-o-we. Tapi pada kenyataannya, ternyata orang tua lo gak cukup dana buat nyekolahin lo di sekolah itu. Lo bisa apa? Gak mau sekolah gara-gara kegedean gengsi atau terima buat sekolah di sekolahan yang seadanya? Di sini nih awal mulanya. Gue berusaha sabar buat terima kenyataan untuk sekolah di SMK piulihan nyokap gue. Biarpun gue gak suka.
Tiga tahun gue sekolah di sana. Gue udah cukup sabar dan "nyobo nerimo". Tuhan minta gue buat sabar. Beberapa hari yang lalu kakak gue nyadarin tentang suatu kutipan dari film Jokowi, "Seburuk apapun sekolahmu, asal kamu rajin belajar kamu akan tetap pintar". Hati gue bener-bener terbelalak banget ini men!
Pada akhirnya gue bisa keterima kuliah di UAJY dengan bantuan beasiswa. Puji Tuhan! Halelujah! Ternyata anak SMK bisa! *Itu mah semboyannya* :D Gak apa-apa deh pengorbanan rasa sabar ini akhirnya Tuhan balas dengan sesuatu yang indah. Sekarang kita harus lebih dewasa buat menyikapi hidup. Gak semua yang kita inginkan, bisa orang tua kita wujudkan. "Dadi wong ojo sak jet sak nyet". Orang tua gue udah beracap kali bilang kayak gitu ke gue. Sampe bosen. Tapi emang hal itu harus gue resapkan dalam hati, kalu memang gue mau bertahan dan maju di dunia yang kapitalis ini.
Sekian. Semoga bermanfaat buat kalian.
Hi pals! Gue lagi seneng banget nih. Mulai darimana ya ceritanya *uhuk*. Mmm, jadi gini...
Pada tanggal 30 Agustus 2014 kemarin gue dapet sms dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang isinya ngasih tahu kalau gue keterima di sana dengan program studi Ilmu Komunikasi. Gak kebayang rasanya men! Kayak terbang bareng flappy bird, kejedug-jedug-pun kayak gak berasa *lebay*. Haha pokoknya gitu deh cuy. Seneng tingkat internasional bisa kali.
Intinya thanks banget buat SMK gue yang udah jadi batu loncatan buat gue untuk mewujudkan keinginan gue. Ternyata bener apa kata salah satu guru gue yang bilang "Belajar untuk mencintai apa yang tidak kita cintai". Gue mulai merasa kalau kata-kata itu bermanfaat dan nyata di dunia ini. Karena apa? Karena di dunia ini pasti ada yang namanya keinginan kita tertunda lah atau bahkan gak terkabul. Kalau kita selalu pengen keinginan kita dikabulkan oleh Tuhan, itu artinya kita egois. Kita gak mikir ke depannya bakal gimana. Gue yakin Tuhan itu lebih segala-galanya dari kita. Dia tahu mana yang baik dan enggak bagi umat-Nya. Dia tahu apa yang harus didahulukan. Tuhan itu ibaratnya kayak skala prioritas kita deh. Me-manage kelakuan dan hasrat kita.
Pada akhirnya gue sadar bahwa gak setiap keinginan kita, orang tua bisa kabulkan. Misalnya lo pengen sekolah di SMA yang bonafit, canggih, dan segala macam fasilitasnya yang we-o-we. Tapi pada kenyataannya, ternyata orang tua lo gak cukup dana buat nyekolahin lo di sekolah itu. Lo bisa apa? Gak mau sekolah gara-gara kegedean gengsi atau terima buat sekolah di sekolahan yang seadanya? Di sini nih awal mulanya. Gue berusaha sabar buat terima kenyataan untuk sekolah di SMK piulihan nyokap gue. Biarpun gue gak suka.
Tiga tahun gue sekolah di sana. Gue udah cukup sabar dan "nyobo nerimo". Tuhan minta gue buat sabar. Beberapa hari yang lalu kakak gue nyadarin tentang suatu kutipan dari film Jokowi, "Seburuk apapun sekolahmu, asal kamu rajin belajar kamu akan tetap pintar". Hati gue bener-bener terbelalak banget ini men!
Pada akhirnya gue bisa keterima kuliah di UAJY dengan bantuan beasiswa. Puji Tuhan! Halelujah! Ternyata anak SMK bisa! *Itu mah semboyannya* :D Gak apa-apa deh pengorbanan rasa sabar ini akhirnya Tuhan balas dengan sesuatu yang indah. Sekarang kita harus lebih dewasa buat menyikapi hidup. Gak semua yang kita inginkan, bisa orang tua kita wujudkan. "Dadi wong ojo sak jet sak nyet". Orang tua gue udah beracap kali bilang kayak gitu ke gue. Sampe bosen. Tapi emang hal itu harus gue resapkan dalam hati, kalu memang gue mau bertahan dan maju di dunia yang kapitalis ini.
Sekian. Semoga bermanfaat buat kalian.
Langganan:
Postingan (Atom)
Another Post You May Interest
Your Hardliner
going to a grocery market wanna buy you a bouquet of bliss to celebrate us for not any order then the servant just tell me an anec...
What's Popular?
-
Aku bukan petualang jauh yang membaku hantam ombak Tidak seperti gadis kecil yang merangkai kapal dan melipat jala, seperti yang di-ode-k...
-
Agaknya menarik juga si jago bual itu Dia di kejauhan situ Gayanya memegang puntung rokok nampak begitu maskulin Bahkan untuk seorang ...
-
Ada banyak luka di tubuhnya Gadis itu, seorang tegar berkepercayaan aliran Samawi Selalu membawa doa dalam setiap goresan lukanya Ia ...
-
Di negeri para pendosa tidak ada dakwah, yang ada hanya nyinyir Di sana orang tak akan menekuk lutut sambil memejam Kecuali untuk kepe...
-
Gundah ini memuncak kian tak beradab Seperti pita seluloid yang rusak Memoriku terlalu bandel; beraninya memutar terus momen itu Ahh b...
-
Bawa aku kepada Sapardi agar aku bisa berguru dan membuktikan pada kekasih bahwa aku ingin mencintainya dengan sederhana Tetapi pul...